KARYA TULIS
“STRATEGI DALAM UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA”
“STRATEGI DALAM UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA”
OLEH :
1.
Jaka
Oktasanova/ 0611 3040 0299
2.
Katrin Agnes Sinaga / 0611 3040 0300
3.
Reta
triprima Nindyanti/0611 3040 0308
KELAS
: 2KA
DOSEN PEMBIMBING : Ir.Muhammad
Taufik,M,si
JURUSAN TEKNIK KIMIA
POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA
TAHUN 2012
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Kuasa karna atas berkat rahmat-Nya
kami dapat menyelesaikan Karya Tulis ini dengan judul “Strategi Dalam Upaya
Pemberantasan korupsi Di Indonesia” dengan lancar. Karya tulis ini kami
buat sebagai pendukung dan media alat dalam
program belajar dan referensi serta solusi dalam upaya pemberantasan
korpusi di Indonesia. Ucapan terima kasih tak lupa kami haturkan kepada :
·
Yth..bapak Ir.Muhammad Taufik,M.Si selaku dosen pembimbing kami yang telah
banyak memberikan arahan dan motivasi demi kelancaran pembuatan makalah ini.
·
Tak lupa kepada keluarga dan kerabat
dekat yang telah banyak membantu kami baik dukungan moril maupun materil.
·
Serta teman-teman yang telah banyak
membantu dan memberi saran untuk
perbaikan.
Akhirnya
kami selaku penulis berharap, semoga karya tulis ini dapat bermanfat bagi kita khususnya bagi
proses belajar dan mengajar. Tak lupa kami juga meminta saran dan kritik dari
semua pihak demi kesempurnaan makalah ini.
Palembang, Maret 2012
Tim Penulis
DAFTAR ISI
JUDUL………………………………………………………..…………i
KATA PENGANTAR………………………………….………………………ii
DAFTAR ISI………………………………….....……………………….………..iii
ABSTRAK……………………………………………………………1-2
BAB I : PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang……………..………............……………...………3-4
1.2 Rumusan
Masalah............................………......………………….4
1.3 Manfaat Penulisan…………...............…………………………....4
1.4 Metode
penulisan…………………..................…………………..4
BAB II : PEMBAHASAN
2.1
Pengertian korupsi secaraUmum………...........…...........………..5-6
2.2
Jenis-jenis
korupsi..............................…..............………………...6-7
2.3
Sebab-Akibat Korupsi.............................………………………….8-9
2.4 Kendala-kendala dalam pemberantasan korupsi di Indonesia……9-10
2.5 Upaya-upaya yang harus dilakukan dalam pemberantasan
korupsi di Indonesia…………………………………………………………10-12
BAB III : PENUTUP
3.1 KESIMPULAN…………………….…..…….……………………... 13
3.2 SARAN…………………...……….............….............................14
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA
Abstrak
Jika orang mendengar
istilah korupsi biasanya yang tergambar ialah adanya seorang pejabat tinggi
yang rakus menggelapkan uang, mengumpulkan komisi atau menggunakan uang negara
lainnya bagi kepentingan pribadi. Di Indonesia tindak pidana korupsi kian
merajalela, dan karena itu pula rakyat menuntut pemerintah agar bersikap
terbuka dan berupaya memberantas korupsi. Dengan kata lain perlu adanya
serangkaian tindakan untuk mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi
melalui upaya koordinasi, supervisi, monitor, penyelidikan, penuntutan dan
pemeriksaan di sidang pengadilan dengan peran serta masyarakat berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Walaupun istilah korupsi sedang populer saat ini, sesungguhnya
korupsi bukanlah sebuah fenomena yang baru. Sekitar dua ribu tahun yang lalu,
Kautilya, semacam perdanamenteri dari suku Indian, telah menulis buku berjudul ‘Arthashastra’ yang banyak
membahas masalah korupsi di masa itu.
Tujuh abad yang lalu, Dante menempatkan para pelaku penyuapan pada bagian paling dasar dari neraka, sekaligus menunjukkan kebencian penduduk abad pertengahan terhadap pelaku dari salah satu jenis korupsi ini.Konstituen Amerika Serikat secara eksplisit menyebutkan kata penyuapan sebagai salah satu bentuk kejahatan yang karenanya seorang presiden bisa mengalami impeachment Pada tahun 1982, di benua hitam Afrika, Shehu Shagari (Presiden Nigeria waktu itu) mengeluarkan pernyataan tentang korupsi. Ia menjelaskan, bahwa jauh di atas seluruh permasalahan yang muncul di Nigeria, ia sangat mengkhawatirkan dekadensi moral yang terjadi dan muncul dalam bentuk seperti yang ia katakan, “ bribery, corruption, lack dedication of the dishonesty, and all such vices”. Ternyata, kekhawatirannya memang beralasan, karena setahun kemudian pemerintahan Shehu Shagari mengalami kudeta dari pihak militer dengan “tujuan” membentuk pemerintahan yang bebas dari korupsi.
Korupsi, secara teori bisa muncul dengan berbagai macam bentuk. Dalam kasus Indonesia, korupsi menjadi terminologi yang akrab bersamaan dengan kata kolusi dan nepotisme Dua kata terakhir dianggap sangat lekat dengan korupsi yang kemudian dinyatakan sebagai perusak perekonomian bangsa. Bahkan sampai MPR merasa perlu mengeluarkan ketetapan (TAP MPR) khusus untuk memastikan penuntasannya dan terakhir dibentuk KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi).
Selain merupakan permasalahan sosial yang sedang trend dibicarakan, korupsi juga mempunyai beberapa alasan untuk menjadi titik perhatian kita. Menurut Vito Tanzi (2000) dalam bukunya, ada. beberapa hal yang dapat menjelaskan, mengapa perhatian akan konupsi menjadi hal yang menarik pada saatini.
Pertama, proses demokrasi yang terjadi di berbagai negara saat ini memberikan peran yang lebih kepada media untuk mengulas dan melakukan investigasi terhadap korupsi. Sesuatu yang sebelumnya dianggap tabu untuk diungkap. Akan tetapi, masyarakat punya hak untuk memperoleh informasi tentang setiap kasus secara lengkap dan detail. Bahkan, media elektronik seperti televisi di Indonesia diperbolehkan meliput langsung persidangan kasus korupsi.
Blog dengan ID 26250 Tidak ada.
Tujuh abad yang lalu, Dante menempatkan para pelaku penyuapan pada bagian paling dasar dari neraka, sekaligus menunjukkan kebencian penduduk abad pertengahan terhadap pelaku dari salah satu jenis korupsi ini.Konstituen Amerika Serikat secara eksplisit menyebutkan kata penyuapan sebagai salah satu bentuk kejahatan yang karenanya seorang presiden bisa mengalami impeachment Pada tahun 1982, di benua hitam Afrika, Shehu Shagari (Presiden Nigeria waktu itu) mengeluarkan pernyataan tentang korupsi. Ia menjelaskan, bahwa jauh di atas seluruh permasalahan yang muncul di Nigeria, ia sangat mengkhawatirkan dekadensi moral yang terjadi dan muncul dalam bentuk seperti yang ia katakan, “ bribery, corruption, lack dedication of the dishonesty, and all such vices”. Ternyata, kekhawatirannya memang beralasan, karena setahun kemudian pemerintahan Shehu Shagari mengalami kudeta dari pihak militer dengan “tujuan” membentuk pemerintahan yang bebas dari korupsi.
Korupsi, secara teori bisa muncul dengan berbagai macam bentuk. Dalam kasus Indonesia, korupsi menjadi terminologi yang akrab bersamaan dengan kata kolusi dan nepotisme Dua kata terakhir dianggap sangat lekat dengan korupsi yang kemudian dinyatakan sebagai perusak perekonomian bangsa. Bahkan sampai MPR merasa perlu mengeluarkan ketetapan (TAP MPR) khusus untuk memastikan penuntasannya dan terakhir dibentuk KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi).
Selain merupakan permasalahan sosial yang sedang trend dibicarakan, korupsi juga mempunyai beberapa alasan untuk menjadi titik perhatian kita. Menurut Vito Tanzi (2000) dalam bukunya, ada. beberapa hal yang dapat menjelaskan, mengapa perhatian akan konupsi menjadi hal yang menarik pada saatini.
Pertama, proses demokrasi yang terjadi di berbagai negara saat ini memberikan peran yang lebih kepada media untuk mengulas dan melakukan investigasi terhadap korupsi. Sesuatu yang sebelumnya dianggap tabu untuk diungkap. Akan tetapi, masyarakat punya hak untuk memperoleh informasi tentang setiap kasus secara lengkap dan detail. Bahkan, media elektronik seperti televisi di Indonesia diperbolehkan meliput langsung persidangan kasus korupsi.
Blog dengan ID 26250 Tidak ada.
Kedua, proses globalisasi juga meningkatkan hubungan antara satu
negara dengan negara yang lainnya, baik negara tersebut bersih dari korupsi
ataupun negara tersebut mengalami penyakit korupsi. Hubungan global ini pada
akhirnya meningkatkan perhatian dunia intemasional terhadap masalah korupsi.
Apalagi ketika terlihat bagaimana korelasi positif yang terbentuk antara
tingginya tingkat korupsi dengan kehancuran dan lemahnya angka pertumbuhan padaperekonomian
sebuah negara.Ketiga,
makin berperannya Lembaga Swadaya Masyarakat dalam mengawasi serta mengontrol pemerintah, antara lain, dalam bentuk gerakan anti korupsi. LSM
tersebut melakukan banyak penelitian dan advokasi tentang korupsi. Misalnya Indonesian
Coruption Watch (ICW) di Indonesia.
BAB 1
Pendahuluan
1.1
Latar Belakang
Istilah korupsi di Indonesia pada
mulanya hanya terkandung dalam khazanah perbincangan umum untuk menunjukkan
penyelewengan-penyelewengan yang dilakukan pejabat-pejabat Negara. Namun karena
penyakit tersebut sudah mewabah dan terus meningkat dari tahun ke tahun bak
jamur di musim hujan, maka banyak orang memandang bahwa masalah ini bisa
merongrong kelancaran tugas-tugas pemerintah dan merugikan ekonomi Negara. (http://harissoekamti.blogspot.com/)
Persoalan korupsi di Negara
Indonesia terbilang kronis, bukan hanya membudaya tetapi sudah membudidaya.
Pengalaman pemberantasan korupsi di Indonesia menunjukkan bahwa kegagalan demi
kegagalan lebih sering terjadi terutama terhadap pengadilan koruptor kelas
kakap dibanding koruptor kelas teri.
Beragam lembaga, produk hukum,
reformasi birokrasi, dan sinkronisasi telah dilakukan, akan tetapi hal itu
belum juga dapat menggeser kasta pemberantasan korupsi. Seandainya saja kita
sadar, pemberantasan korupsi meski sudah pada tahun keenam perayaan hari
antikorupsi ternyata masih jalan ditempat dan berkutat pada tingkat
“kuantitas”. Keberadaan lembaga-lembaga yang mengurus korupsi belum memiliki
dampak yang menakutkan bagi para koruptor, bahkan hal tersebut turut
disempurnakan dengan pemihakan-pemihakan yang tidak jelas.
Dalam masyarakat yang tingkat
korupsinya seperti Indonesia, hukuman yang setengah-setengah sudah tidak mempan
lagi. Mulainya dari mana juga merupakan masalah besar, karena boleh dikatakan
semuanya sudah terjangkit penyakit birokrasi.
Hal
inilah yang melatarbelakangi penulis untuk mengupayakan pemberantasan korupsi
di Indonesia untuk memperbaiki cintra bangsa Indonesia yang telah di klime
menjadi negara koruptor.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis
merumuskan masalah sebagai berikut :
1. Kendala/hambatan-hambatan apa saja yang
dihadapi dalam pemberantasan korupsi di Indonesia ?
2.
Upaya-upaya apa saja yang harus dilakukan dalam memberantas korupsi di
Indonesia?
1.3.Manfaat Penulisan
Dari penulisan
makalah ini kami selaku penulis berharap ,agar kiranya makalah ini dapat
menjadi sebuah referensi dan salah satu solusi dalam upaya pemberantasan
korupsi di Indonesia.
1.4.Metode Penulisan
Dalam pembuatan karya tulis ini,kami menggunakan metode
1.Menggunakan Pendapat dan Pemikiran sendiri
2. Dan study pustaka
Dalam pembuatan karya tulis ini,kami menggunakan metode
1.Menggunakan Pendapat dan Pemikiran sendiri
2. Dan study pustaka
BAB II
ISI
2.1 Pengertian Korupsi
Korupsi berasal dari
kata latin Corrumpere, Corruptio, atau Corruptus. Arti harfiah dari kata
tersebut adalah penyimpangan dari kesucian (Profanity), tindakan tak bermoral,
kebejatan, kebusukan, kerusakan, ketidakjujuran atau kecurangan. Dengan
demikian korupsi memiliki konotasi adanya tindakan-tindakan hina, fitnah atau
hal-hal buruk lainnya. Bahasa Eropa Barat kemudian mengadopsi kata ini dengan
sedikit modifikasi; Inggris : Corrupt, Corruption; Perancis : Corruption;
Belanda : Korruptie. Dan akhirnya dari bahasa Belanda terdapat penyesuaian ke
istilah Indonesia menjadi : Korupsi.
Kumorotomo (1992 : 175),
berpendapat bahwa “korupsi adalah penyelewengan tanggung jawab kepada
masyarakat, dan secara faktual korupsi dapat berbentuk penggelapan, kecurangan
atau manipulasi”. Lebih lanjut Kumorotomo mengemukakan bahwa korupsi mempunyai
karakteristik sebagai kejahatan yang tidak mengandung kekerasan (non-violence)
dengan melibatkan unsur-unsur tipu muslihat (guile), ketidakjujuran (deceit)
dan penyembunyian suatu kenyataan (concealment).
Selain pengertian di
atas, terdapat pula istilah-istilah yang lebih merujuk kepada modus operandi
tindakan korupsi. Istilah penyogokan (graft), merujuk kepada pemberian hadiah
atau upeti untuk maksud mempengaruhi keputusan orang lain. Pemerasan
(extortion), yang diartikan sebagai permintaan setengah memaksa atas
hadiah-hadiah tersebut dalam pelaksanaan tugas-tugas Negara. Kecuali itu, ada
istilah penggelapan (fraud), untuk menunjuk kepada tindakan pejabat yang
menggunakan dana publik yang mereka urus untuk kepentingan diri sendiri
sehingga harga yang harus dibayar oleh masyarakat menjadi lebih mahal.
Dengan demikian, korupsi
merupakan tindakan yang merugikan Negara baik secara langsung maupun tidak
langsung. Bahkan ditinjau dari berbagai aspek normatif, korupsi merupakan suatu
penyimpangan atau pelanggaran. Di mana norma soisal, norma hukum maupun norma
etika pada umumnya secara tegas menganggap korupsi sebagai tindakan yang buruk.
2.2 Jenis-Jenis Korupsi
Menurut UU. No. 20 Tahun
2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, ada tiga puluh jenis tindakan
yang bisa dikategorikan sebagai tindak korupsi. Namun secara ringkas
tindakan-tindakan itu bisa dikelompokkan menjadi:
1.
Kerugian keuntungan Negara
2.
Suap-menyuap (istilah lain : sogokan atau pelicin)
3.
Penggelapan dalam jabatan
4.
Pemerasan
5.
Perbuatan curang
6.
Benturan kepentingan dalam pengadaan
7.
Gratifikasi (istilah lain : pemberian hadiah).
Selanjutnya Alatas dkk (Kumorotomo, 1992 :
192-193), mengemukakan ada tujuh jenis korupsi, yaitu :
1.
Korupsi transaktif (transactive corruption)
Jenis korupsi ini disebabkan oleh adanya kesepakatan timbal balik
antara pihak pemberi dan pihak penerima demi keuntungan kedua belah pihak dan
secara aktif mereka mengusahakan keuntungan tersebut.
2. Korupsi yang memeras (extortive corruption)
Pemerasan adalah korupsi di mana pihak pemberi dipaksa menyerahkan
uang suap untuk mencegah kerugian yang sedang mengancam dirinya, kepentingannya
atau sesuatu yang berharga baginya.
3.
Korupsi defensif (defensive corruption)
Orang yang bertindak menyeleweng karena jika tidak dilakukannya,
urusan akan terhambat atau terhenti (perilaku korban korupsi dengan pemerasan,
jadi korupsinya dalam rangka mempertahankan diri).
4.
Korupsi investif (investive corruption)
Pemberian barang atau jasa tanpa memperoleh keuntungan tertentu,
selain keuntungan yang masih dalam angan-angan atau yang dibayangkan akan
diperoleh di masa mendatang.
5.
Korupsi perkerabatan atau nepotisme (nepotistic corruption)
Jenis korupsi ini meliputi penunjukan secara tidak sah terhadap
Sanak-Saudara atau teman dekat untuk menduduki jabatan dalam pemerintahan.
Imbalan yang bertentangan dengan norma dan peraturan itu mungkin dapat berupa
uang, fasilitas khusus dan sebagainya.
6.
Korupsi otogenik (autogenic corruption)
Bentuk korupsi yang tidak melibatkan orang lain dan pelakunya
hanya satu orang saja.
7.
Korupsi dukungan (supportive corruption)
Korupsi yang dilakukan untuk melindungi atau memperkuat korupsi
yang sudah ada maupun yang akan dilaksanakan.
Demikianlah, korupsi
sebagai fenomena sosial, ekonomis, dan politis ternyata memiliki penampakan
yang beraneka ragam. Namun meski berubah-ubah, dasar pijakannya adalah korupsi
jenis transaktif dan pemerasan dengan menyalahgunakan wewenang.
2.3 Sebab-Akibat Korupsi
Di lingkungan masyarakat
Asia, selain mekarnya kegiatan pemerintah yang dikelola oleh birokrasi,
terdapat pula ciri spesifik dalam birokrasi itu sendiri yang menjadi penyebab
meluasnya korupsi. Kebanyakan model birokrasi yang terdapat di Negara-Negara
Asia termasuk Indonesia adalah birokrasi patrimonial. Adapun kelemahan yang
melekat pada birokrasi seperti ini antara lain tidak mengenal perbedaan antara
lingkup “pribadi” dan lingkup “resmi”. Hal ini menyebabkan timbulnya ketidakmampuan
membedakan antara kewajiban perorangan dan kewajiban kemasyarakatan atau
perbedaan antara sumber milik pribadi dan sumber milik pemerintah.
Selain itu, yang patut
diperhatikan ialah korupsi yang bermula dari adanya konflik loyalitas diantara para
pejabat publik. Pandangan-pandangan feodal yang masih mewarnai pola perilaku
para birokrat di Indonesia mengakibatkan efek konflik loyalitas. Para birokrat
kurang mampu mengidentifikasi kedudukannya sendiri sehingga sulit membedakan
antara loyalitas terhadap keluarga, golongan, partai atau pemerintah.
Akibat yang paling nyata
dari merajalelanya korupsi di tingkat teknis operasional adalah berkembangnya
suasana yang penuh tipu-muslihat dalam setiap urusan administrasi. Seandainya
saja kita meneliti secara cermat, banyak dampak negatif yang ditimbulkan oleh
korupsi, seperti : munculnya pola-pola kejahatan terorganisasi, lambannya
tingkat pelayanan karena pelayanan harus ditembus oleh uang sogok atau pengeruh
personal, berbagai sektor pembangunan menjadi lumpuh karena alat kontrol untuk
mengawasinya tidak berjalan seperti yang diharapkan. Kelesuan juga menyelimuti
dunia swasta karena mereka tidak lagi melihat pembagian sumberdaya masyarakat
secara adil. Hal ini sejalan dengan pendapat Myrdal (1977 : 166-170), bahwa :
1. Korupsi memantapkan dan memperbesar masalah-masalah yang
menyangkut kurangnya hasrat untuk terjun di bidang usaha dan kurang tumbuhnya
pasaran nasional.
2. Permasalahan masyarakat majemuk semakin dipertajam oleh korupsi
dan bersamaan dengan itu kesatuan negara juga melemah. Juga karena turunnya
martabat pemerintah, tendensi-tendensi itu turut membahayakan stabilitas
politik.
3. Karena adanya kesenjangan diantara para pejabat untuk memancing
suap dengan menyalahgunakan kekuasaannya, maka disiplin sosial menjadi kendur,
dan efisiensi merosot.
Dengan demikian,
akibat-akibat korupsi itu tidak hanya bisa ditelaah secara teoritis tetapi
memang banyak dialami oleh masyarakat yang melemah oleh korupsi. Dan korupsi
itu sendiri bisa menghancurkan keberanian orang untuk berpegang teguh pada
nilai-nilai moral yang tinggi. Bahkan kerusakan oleh korupsi yang sudah
menjelma menjadi kerusakan pikiran, perasaan, mental dan akhlak dapat
membuahkan kebijakan-kebijakan yang sangat tidak masuk akal. Sehingga terjadilah
ketidakadilan dan kesenjangan yang sangat besar.
2.4.Kendala-Kendala Yang Dihadapi Dalam Pemberantasan Korupsi di
Indonesia.
Korupsi dapat terjadi di
negara maju maupun negara berkembang seperti Indonesia. Adapun hasil analisis
penulis dari beberapa teori dan kejadian di lapangan, ternyata
hambatan/kendala-kendala yang dihadapi Bangsa Indonesia dalam meredam korupsi
antara lain adalah :
1. Penegakan hukum yang tidak konsisten dan cenderung
setengah-setengah.
2. Struktur birokrasi yang berorientasi ke atas,
termasuk perbaikan birokrasi yang cenderung terjebak perbaikan renumerasi tanpa
membenahi struktur dan kultur.
3. Kurang optimalnya fungsi komponen-komponen pengawas atau
pengontrol, sehingga tidak ada check and balance.
4. Banyaknya celah/lubang-lubang yang dapat
dimasuki tindakan korupsi pada sistem politik dan sistem administrasi negara
Indonesia.
5. Kesulitan dalam menempatkan atau merumuskan perkara, sehingga
dari contoh-contoh kasus yang terjadi para pelaku korupsi begitu gampang
mengelak dari tuduhan yang diajukan oleh jaksa.
6. Taktik-taktik koruptor untuk mengelabui aparat
pemeriksa, masyarakat, dan negara yang semakin canggih.
7. Kurang kokohnya landasan moral untuk mengendalikan diri dalam
menjalankan amanah yang diemban.
2.5.Upaya-upaya yang harus dilakukan dalam pemberantasan korupsi di
Indonesia
Mengapa
korupsi harus diberantas ? Karena korupsi menimbulkan krisis multidimensiaonal
baik di bidang politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, maupun keagamaan.
Segala bentuk kerugian
baik material maupun moril dirasakan sangat berat bagi seluruh rakyat
Indonesia. Masalah ini harus ada pemecahannya dan tindak lanjut sedini mungkin
agar Indonesia tidak terpuruk lagi. Usaha pemberantasan korupsi diawali dengan
pentingnya pemerintah menerapkan asas-asas pemerintah yang bersih. Beberapa
asas-asas pemerintahan yang bersih tersebut, yaitu asas kepastian hukum, asas
keseimbangan, asas kesamaan, asas larangan kesewenang-wenangan, asas larangan
pengalahgunaan wewenang, asas bertindak cermat, asas motivasi, asas perlakuan
yang jujur, asas menghadapi perlakuan yang wajar, asas perlindungan atas
pandangan hidup, asas kebijakan, asas penyelenggaraan kepentingan umum. (file:///D:/korupsi/Pengertian%20korupsi%20dan%20upaya%20pemberantasan%20korupsi.htm)
Dengan memperhatikan
faktor-faktor yang menjadi penyebab korupsi dan hambatan-hambatan yang dihadapi
dalam pemberantasannya, dapatlah dikemukakan beberapa upaya yang dapat
dilakukan untuk menangkalnya, yakni :
1. Menegakkan hukum secara adil dan konsisten sesuai dengan
peraturan perundang-undangan dan norma-norma lainnya yang berlaku.
2. Menciptakan kondisi birokrasi yang ramping struktur dan kaya
fungsi. Penambahan/rekruitmen pegawai sesuai dengan kualifikasi tingkat
kebutuhan, baik dari segi kuantitas maupun kualitas.
3. Optimalisasi fungsi pengawasan atau kontrol, sehingga komponen-komponen
tersebut betul-betul melaksanakan pengawasan secara programatis dan sistematis.
4. Mendayagunakan segenap suprastruktur politik maupun
infrastruktur politik dan pada saat yang sama membenahi birokrasi sehingga
lubang-lubang yang dapat dimasuki tindakan-tindakan korup dapat ditutup.
5. Adanya penjabaran rumusan perundang-undangan yang jelas,
sehingga tidak menyebabkan kekaburan atau perbedaan persepsi diantara para
penegak hukum dalam menangani kasus korupsi.
6. Semua elemen (aparatur negara, masyarakat, akademisi, wartawan)
harus memiliki idealisme, keberanian untuk
mengungkap penyimpangan-penyimpangan secara objektif, jujur, kritis terhadap
tatanan yang ada disertai dengan keyakinan penuh terhadap prinsip-prinsip
keadilan.
7. Melakukan pembinaan mental dan moral manusia melalui
khotbah-khotbah, ceramah atau penyuluhan di bidang keagamaan, etika dan hukum.
Karena bagaimanapun juga baiknya suatu sistem, jika memang individu-individu di
dalamnya tidak dijiwai oleh nilai-nilai kejujuran dan harkat kemanusiaan,
niscaya sistem tersebut akan dapat disalahgunakan, diselewengkan atau dikorup.
Semua
upaya ini pemberantasan korupsi ini hanyalah sebagian kecil yang bisa kita
lakukan untuk menekan tingkat korupsi di Indonesia, namun hal yang terpenting
dan paling utama dalam proses pemberantasan korupsi ini adalah pengendalian
pada diri sendiri untuk menjauhkan diri dari tindak korupsi sekecil apapun hal
itu.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Uraian mengenai fenomena
korupsi dan berbagai dampak yang ditimbulkannya telah menegaskan bahwa korupsi
merupakan tindakan buruk yang dilakukan oleh aparatur birokrasi serta
orang-orang yang berkompeten dengan birokrasi. Korupsi dapat bersumber dari
kelemahan-kelemahan yang terdapat pada sistem politik dan sistem administrasi
negara dengan birokrasi sebagai prangkat pokoknya.
Keburukan hukum
merupakan penyebab lain meluasnya korupsi. Seperti halnya delik-delik hukum
yang lain, delik hukum yang menyangkut korupsi di Indonesia masih begitu rentan
terhadap upaya pejabat-pejabat tertentu untuk membelokkan hukum menurut
kepentingannya. Dalam realita di lapangan, banyak kasus untuk menangani tindak
pidana korupsi yang sudah diperkarakan bahkan terdakwapun sudah divonis oleh
hakim, tetapi selalu bebas dari hukuman. Itulah sebabnya kalau hukuman yang
diterapkan tidak drastis, upaya pemberantasan korupsi dapat dipastikan gagal.
Meski demikian, pemberantasan
korupsi jangan menjadi “jalan tak ada ujung”, melainkan “jalan itu
harus lebih dekat ke ujung tujuan”. Upaya-upaya untuk mengatasi persoalan
korupsi dapat ditinjau dari struktur atau sistem sosial, dari segi yuridis,
maupun segi etika atau akhlak manusia.
3.3 SARAN
Berbagai upaya
pemberantasan korupsi akan berhasil ketika upaya-upaya tersebut dijalankan
dengan sedemikian rupa dan didasari oleh rasa tanggung jawab yang besar
terhadap bangsa Indonesia. Selain itu
untuk menekan angka tindak korupsi di Indonesia ini kita dapat memulainya dari
diri kita sendiri
untuk menjauhi
segala tindak korupsi dan sejenisnya demi mencapai bangsa Indonesia
antikorupsi.Dan kami mengharapkan kinerja dan tanggung jawab
dari semua pihak untuk menjalankan budaya anti korupsi dalam menjalankan setiap
kegiatan dikehidupan kita sehari-hari,karna pemberantasan korupsi adalah
tanggung jawab kita bersama.
DAFTAR
PUSTAKA
Gie. 2002.
Pemberantasan Korupsi Untuk Meraih Kemandirian, Kemakmuran, Kesejahteraan Ahmad
Dinar,SH.,MH. Syarif Fadillah,SH.,MH.)
Modus Operandi
Pelanggaran Keppres No. 80 tahun 2003 dari Perspektif KPK
(http://nurulsolikha.blogspot.com/2011/03/upaya-pemberantasan-korupsi-di.html )Budiyanto,
Drs. MM. 2006. Pendidikan Kewarganegaraan untuk SMA Kelas X. Jakarta:
Erlangga
Drs.Joko Budi santoso.
Pendidikan kewarganegaraan untuk SMK Kelas X
dan Keadilan.
Mochtar. 2009. “Efek
Treadmill” Pemberantasan Korupsi : Kompas
UU No. 20 Tahun 2001
Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Strategi pencegahan
& penegakan hukum Tindak Pidana Korupsi (Chaerudin,SH.,MH. Syafudin
file:///D:/korupsi/Pengertian korupsi dan upaya
pemberantasan korupsi.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar