Rabu, 18 April 2012

KARYA TULIS “STRATEGI DALAM UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA”(JAKA)


KARYA TULIS
STRATEGI DALAM UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA”
OLEH :
1.      Jaka Oktasanova/ 0611 3040 0299
2.      Katrin Agnes Sinaga / 0611 3040 0300
3.      Reta triprima Nindyanti/0611 3040 0308

KELAS : 2KA
DOSEN PEMBIMBING : Ir.Muhammad Taufik,M,si


JURUSAN TEKNIK KIMIA
POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA
TAHUN 2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Kuasa karna atas berkat rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan Karya Tulis ini dengan judul “Strategi Dalam Upaya Pemberantasan korupsi Di Indonesia” dengan lancar. Karya tulis ini kami buat sebagai pendukung dan media alat dalam  program belajar dan referensi serta solusi dalam upaya pemberantasan korpusi di Indonesia. Ucapan terima kasih tak lupa kami haturkan kepada :
·         Yth..bapak Ir.Muhammad Taufik,M.Si selaku dosen pembimbing kami yang telah banyak memberikan arahan dan motivasi demi kelancaran pembuatan makalah ini.

·         Tak lupa kepada keluarga dan kerabat dekat yang telah banyak membantu kami baik dukungan moril maupun materil.

·         Serta teman-teman yang telah banyak membantu  dan memberi saran untuk perbaikan.

Akhirnya kami selaku penulis berharap, semoga karya tulis  ini dapat bermanfat bagi kita khususnya bagi proses belajar dan mengajar. Tak lupa kami juga meminta saran dan kritik dari semua pihak demi kesempurnaan makalah ini.

Palembang,  Maret 2012


Tim Penulis

DAFTAR ISI
JUDUL………………………………………………………..…………i
KATA PENGANTAR………………………………….………………………ii
DAFTAR ISI………………………………….....……………………….………..iii
ABSTRAK……………………………………………………………1-2
BAB I : PENDAHULUAN
          1.1Latar Belakang……………..………............……………...………3-4
            1.2 Rumusan Masalah............................………......………………….4
1.3 Manfaat Penulisan…………...............…………………………....4
            1.4 Metode penulisan…………………..................…………………..4
BAB II : PEMBAHASAN
2.1   Pengertian korupsi secaraUmum………......................………..5-6
2.2   Jenis-jenis korupsi............................................………………...6-7
2.3   Sebab-Akibat Korupsi.............................………………………….8-9
2.4   Kendala-kendala dalam pemberantasan korupsi di Indonesia……9-10
2.5   Upaya-upaya yang harus dilakukan dalam pemberantasan korupsi di Indonesia…………………………………………………………10-12
BAB III : PENUTUP
3.1  KESIMPULAN…………………….…..…….……………………... 13
3.2  SARAN…………………...……….............….............................14
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN



















PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA

Abstrak
Jika orang mendengar istilah korupsi biasanya yang tergambar ialah adanya seorang pejabat tinggi yang rakus menggelapkan uang, mengumpulkan komisi atau menggunakan uang negara lainnya bagi kepentingan pribadi. Di Indonesia tindak pidana korupsi kian merajalela, dan karena itu pula rakyat menuntut pemerintah agar bersikap terbuka dan berupaya memberantas korupsi. Dengan kata lain perlu adanya serangkaian tindakan untuk mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi melalui upaya koordinasi, supervisi, monitor, penyelidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan dengan peran serta masyarakat berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Walaupun istilah korupsi sedang populer saat ini, sesungguhnya korupsi bukanlah sebuah fenomena yang baru. Sekitar dua ribu tahun yang lalu, Kautilya, semacam perdanamenteri dari suku Indian, telah menulis buku berjudul ‘Arthashastra’ yang banyak membahas masalah korupsi di masa itu.
            Tujuh abad yang lalu, Dante menempatkan para pelaku penyuapan pada bagian paling dasar dari neraka, sekaligus menunjukkan kebencian penduduk abad pertengahan terhadap pelaku dari salah satu jenis korupsi ini.Konstituen Amerika Serikat secara eksplisit menyebutkakata penyuapan sebagai salah satu bentuk kejahatan yang karenanya seorang presiden bisa mengalami impeachment Pada tahun 1982, di benua hitam Afrika, Shehu Shagari (Presiden Nigeria waktu itu) mengeluarkan pernyataan tentang korupsi. Ia menjelaskan, bahwa jauh di atas seluruh permasalahan yang muncul di Nigeria, ia sangat mengkhawatirkan dekadensi moral yang terjadi dan muncul dalam bentuk seperti yang ia katakan, “ bribery, corruption, lack dedication of the dishonesty, and all such vices”. Ternyata, kekhawatirannya memang beralasan, karena setahun kemudian pemerintahan Shehu Shagari mengalami kudeta dari pihak militer dengan “tujuan” membentuk pemerintahan yang bebas dari korupsi.
            Korupsi, secara teori bisa muncul dengan berbagai macam bentuk. Dalam kasus Indonesia, korupsi menjadi terminologi yang akrab bersamaan dengan kata kolusi dan nepotisme Dua kata terakhir dianggap sangat lekat dengan korupsi yang kemudian dinyatakan sebagai perusak perekonomian bangsa. Bahkan sampai MPR merasa perlu mengeluarkan ketetapan (TAP MPR) khusus untuk memastikan penuntasannya dan terakhir dibentuk KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi).
            Selain merupakan permasalahan sosial yang sedang trend dibicarakan, korupsi juga mempunyai beberapa alasan untuk menjadi titik perhatian kita. Menurut Vito Tanzi (2000) dalam bukunya, ada. beberapa hal yang dapat menjelaskan, mengapa perhatian akan konupsi menjadi hal yang menarik pada saatini.
            Pertama, proses demokrasi yang terjadi di berbagai negara saat ini memberikan peran yang lebih kepada media untuk mengulas dan melakukan investigasi terhadap korupsi. Sesuatu yang sebelumnya dianggap tabu untuk diungkap. Akan tetapi, masyarakat punya hak untuk memperoleh informasi tentang setiap kasus secara lengkap dan detail. Bahkan, media elektronik seperti televisi di Indonesia diperbolehkan meliput langsung persidangan kasus korupsi.
Blog
dengan ID 26250 Tidak ada.
Kedua, proses globalisasi juga meningkatkan hubungan antara satu negara dengan negara yang lainnya, baik negara tersebut bersih dari korupsi ataupun negara tersebut mengalami penyakit korupsi. Hubungan global ini pada akhirnya meningkatkan perhatian dunia intemasional terhadap masalah korupsi. Apalagi ketika terlihat bagaimana korelasi positif yang terbentuk antara tingginya tingkat korupsi dengan kehancuran dan lemahnya angka pertumbuhan padaperekonomian sebuah negara.Ketiga, makin berperannya Lembaga Swadaya Masyarakat dalam mengawasi serta mengontrol pemerintah, antara lain, dalam bentuk gerakan anti korupsi. LSM tersebut melakukan banyak penelitian dan advokasi tentang korupsi. Misalnya Indonesian Coruption Watch (ICW) di Indonesia.




BAB 1
Pendahuluan

1.1  Latar Belakang

Istilah korupsi di Indonesia pada mulanya hanya terkandung dalam khazanah perbincangan umum untuk menunjukkan penyelewengan-penyelewengan yang dilakukan pejabat-pejabat Negara. Namun karena penyakit tersebut sudah mewabah dan terus meningkat dari tahun ke tahun bak jamur di musim hujan, maka banyak orang memandang bahwa masalah ini bisa merongrong kelancaran tugas-tugas pemerintah dan merugikan ekonomi Negara. (http://harissoekamti.blogspot.com/)
Persoalan korupsi di Negara Indonesia terbilang kronis, bukan hanya membudaya tetapi sudah membudidaya. Pengalaman pemberantasan korupsi di Indonesia menunjukkan bahwa kegagalan demi kegagalan lebih sering terjadi terutama terhadap pengadilan koruptor kelas kakap dibanding koruptor kelas teri.
Beragam lembaga, produk hukum, reformasi birokrasi, dan sinkronisasi telah dilakukan, akan tetapi hal itu belum juga dapat menggeser kasta pemberantasan korupsi. Seandainya saja kita sadar, pemberantasan korupsi meski sudah pada tahun keenam perayaan hari antikorupsi ternyata masih jalan ditempat dan berkutat pada tingkat “kuantitas”. Keberadaan lembaga-lembaga yang mengurus korupsi belum memiliki dampak yang menakutkan bagi para koruptor, bahkan hal tersebut turut disempurnakan dengan pemihakan-pemihakan yang tidak jelas.
Dalam masyarakat yang tingkat korupsinya seperti Indonesia, hukuman yang setengah-setengah sudah tidak mempan lagi. Mulainya dari mana juga merupakan masalah besar, karena boleh dikatakan semuanya sudah terjangkit penyakit birokrasi.
            Hal inilah yang melatarbelakangi penulis untuk mengupayakan pemberantasan korupsi di Indonesia untuk memperbaiki cintra bangsa Indonesia yang telah di klime menjadi negara koruptor.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis merumuskan masalah sebagai berikut :
1.  Kendala/hambatan-hambatan apa saja yang dihadapi dalam pemberantasan korupsi di Indonesia ?
2. Upaya-upaya apa saja yang harus dilakukan dalam memberantas korupsi di Indonesia?

1.3.Manfaat Penulisan

Dari penulisan makalah ini kami selaku penulis berharap ,agar kiranya makalah ini dapat menjadi sebuah referensi dan salah satu solusi dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
1.4.Metode Penulisan

Dalam pembuatan karya tulis ini,kami menggunakan metode
      1.Menggunakan Pendapat dan Pemikiran sendiri
      2. Dan study pustaka
 





                                                        

BAB II
ISI


2.1 Pengertian Korupsi

Korupsi berasal dari kata latin Corrumpere, Corruptio, atau Corruptus. Arti harfiah dari kata tersebut adalah penyimpangan dari kesucian (Profanity), tindakan tak bermoral, kebejatan, kebusukan, kerusakan, ketidakjujuran atau kecurangan. Dengan demikian korupsi memiliki konotasi adanya tindakan-tindakan hina, fitnah atau hal-hal buruk lainnya. Bahasa Eropa Barat kemudian mengadopsi kata ini dengan sedikit modifikasi; Inggris : Corrupt, Corruption; Perancis : Corruption; Belanda : Korruptie. Dan akhirnya dari bahasa Belanda terdapat penyesuaian ke istilah Indonesia menjadi : Korupsi.
Kumorotomo (1992 : 175), berpendapat bahwa “korupsi adalah penyelewengan tanggung jawab kepada masyarakat, dan secara faktual korupsi dapat berbentuk penggelapan, kecurangan atau manipulasi”. Lebih lanjut Kumorotomo mengemukakan bahwa korupsi mempunyai karakteristik sebagai kejahatan yang tidak mengandung kekerasan (non-violence) dengan melibatkan unsur-unsur tipu muslihat (guile), ketidakjujuran (deceit) dan penyembunyian suatu kenyataan (concealment).
Selain pengertian di atas, terdapat pula istilah-istilah yang lebih merujuk kepada modus operandi tindakan korupsi. Istilah penyogokan (graft), merujuk kepada pemberian hadiah atau upeti untuk maksud mempengaruhi keputusan orang lain. Pemerasan (extortion), yang diartikan sebagai permintaan setengah memaksa atas hadiah-hadiah tersebut dalam pelaksanaan tugas-tugas Negara. Kecuali itu, ada istilah penggelapan (fraud), untuk menunjuk kepada tindakan pejabat yang menggunakan dana publik yang mereka urus untuk kepentingan diri sendiri sehingga harga yang harus dibayar oleh masyarakat menjadi lebih mahal.
Dengan demikian, korupsi merupakan tindakan yang merugikan Negara baik secara langsung maupun tidak langsung. Bahkan ditinjau dari berbagai aspek normatif, korupsi merupakan suatu penyimpangan atau pelanggaran. Di mana norma soisal, norma hukum maupun norma etika pada umumnya secara tegas menganggap korupsi sebagai tindakan yang buruk.

2.2  Jenis-Jenis Korupsi

Menurut UU. No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, ada tiga puluh jenis tindakan yang bisa dikategorikan sebagai tindak korupsi. Namun secara ringkas tindakan-tindakan itu bisa dikelompokkan menjadi:
1. Kerugian keuntungan Negara
2. Suap-menyuap (istilah lain : sogokan atau pelicin)
3. Penggelapan dalam jabatan
4. Pemerasan
5. Perbuatan curang
6. Benturan kepentingan dalam pengadaan
7. Gratifikasi (istilah lain : pemberian hadiah).

Selanjutnya Alatas dkk (Kumorotomo, 1992 : 192-193), mengemukakan ada tujuh jenis korupsi, yaitu :
1. Korupsi transaktif (transactive corruption)
Jenis korupsi ini disebabkan oleh adanya kesepakatan timbal balik antara pihak pemberi dan pihak penerima demi keuntungan kedua belah pihak dan secara aktif mereka mengusahakan keuntungan tersebut.

2. Korupsi yang memeras (extortive corruption)
Pemerasan adalah korupsi di mana pihak pemberi dipaksa menyerahkan uang suap untuk mencegah kerugian yang sedang mengancam dirinya, kepentingannya atau sesuatu yang berharga baginya.



3. Korupsi defensif (defensive corruption)
Orang yang bertindak menyeleweng karena jika tidak dilakukannya, urusan akan terhambat atau terhenti (perilaku korban korupsi dengan pemerasan, jadi korupsinya dalam rangka mempertahankan diri).

4. Korupsi investif (investive corruption)
Pemberian barang atau jasa tanpa memperoleh keuntungan tertentu, selain keuntungan yang masih dalam angan-angan atau yang dibayangkan akan diperoleh di masa mendatang.

5. Korupsi perkerabatan atau nepotisme (nepotistic corruption)
Jenis korupsi ini meliputi penunjukan secara tidak sah terhadap Sanak-Saudara atau teman dekat untuk menduduki jabatan dalam pemerintahan. Imbalan yang bertentangan dengan norma dan peraturan itu mungkin dapat berupa uang, fasilitas khusus dan sebagainya.

6. Korupsi otogenik (autogenic corruption)
Bentuk korupsi yang tidak melibatkan orang lain dan pelakunya hanya satu orang saja.

7. Korupsi dukungan (supportive corruption)
Korupsi yang dilakukan untuk melindungi atau memperkuat korupsi yang sudah ada maupun yang akan dilaksanakan.

Demikianlah, korupsi sebagai fenomena sosial, ekonomis, dan politis ternyata memiliki penampakan yang beraneka ragam. Namun meski berubah-ubah, dasar pijakannya adalah korupsi jenis transaktif dan pemerasan dengan menyalahgunakan wewenang.


2.3 Sebab-Akibat Korupsi

Di lingkungan masyarakat Asia, selain mekarnya kegiatan pemerintah yang dikelola oleh birokrasi, terdapat pula ciri spesifik dalam birokrasi itu sendiri yang menjadi penyebab meluasnya korupsi. Kebanyakan model birokrasi yang terdapat di Negara-Negara Asia termasuk Indonesia adalah birokrasi patrimonial. Adapun kelemahan yang melekat pada birokrasi seperti ini antara lain tidak mengenal perbedaan antara lingkup “pribadi” dan lingkup “resmi”. Hal ini menyebabkan timbulnya ketidakmampuan membedakan antara kewajiban perorangan dan kewajiban kemasyarakatan atau perbedaan antara sumber milik pribadi dan sumber milik pemerintah.
Selain itu, yang patut diperhatikan ialah korupsi yang bermula dari adanya konflik loyalitas diantara para pejabat publik. Pandangan-pandangan feodal yang masih mewarnai pola perilaku para birokrat di Indonesia mengakibatkan efek konflik loyalitas. Para birokrat kurang mampu mengidentifikasi kedudukannya sendiri sehingga sulit membedakan antara loyalitas terhadap keluarga, golongan, partai atau pemerintah.
Akibat yang paling nyata dari merajalelanya korupsi di tingkat teknis operasional adalah berkembangnya suasana yang penuh tipu-muslihat dalam setiap urusan administrasi. Seandainya saja kita meneliti secara cermat, banyak dampak negatif yang ditimbulkan oleh korupsi, seperti : munculnya pola-pola kejahatan terorganisasi, lambannya tingkat pelayanan karena pelayanan harus ditembus oleh uang sogok atau pengeruh personal, berbagai sektor pembangunan menjadi lumpuh karena alat kontrol untuk mengawasinya tidak berjalan seperti yang diharapkan. Kelesuan juga menyelimuti dunia swasta karena mereka tidak lagi melihat pembagian sumberdaya masyarakat secara adil. Hal ini sejalan dengan pendapat Myrdal (1977 : 166-170), bahwa :
1. Korupsi memantapkan dan memperbesar masalah-masalah yang menyangkut kurangnya hasrat untuk terjun di bidang usaha dan kurang tumbuhnya pasaran nasional.
2. Permasalahan masyarakat majemuk semakin dipertajam oleh korupsi dan bersamaan dengan itu kesatuan negara juga melemah. Juga karena turunnya martabat pemerintah, tendensi-tendensi itu turut membahayakan stabilitas politik.
3. Karena adanya kesenjangan diantara para pejabat untuk memancing suap dengan menyalahgunakan kekuasaannya, maka disiplin sosial menjadi kendur, dan efisiensi merosot.

Dengan demikian, akibat-akibat korupsi itu tidak hanya bisa ditelaah secara teoritis tetapi memang banyak dialami oleh masyarakat yang melemah oleh korupsi. Dan korupsi itu sendiri bisa menghancurkan keberanian orang untuk berpegang teguh pada nilai-nilai moral yang tinggi. Bahkan kerusakan oleh korupsi yang sudah menjelma menjadi kerusakan pikiran, perasaan, mental dan akhlak dapat membuahkan kebijakan-kebijakan yang sangat tidak masuk akal. Sehingga terjadilah ketidakadilan dan kesenjangan yang sangat besar.

2.4.Kendala-Kendala Yang Dihadapi Dalam Pemberantasan Korupsi di Indonesia.

Korupsi dapat terjadi di negara maju maupun negara berkembang seperti Indonesia. Adapun hasil analisis penulis dari beberapa teori dan kejadian di lapangan, ternyata hambatan/kendala-kendala yang dihadapi Bangsa Indonesia dalam meredam korupsi antara lain adalah :
1. Penegakan hukum yang tidak konsisten dan cenderung setengah-setengah.
2. Struktur birokrasi yang berorientasi ke atas, termasuk perbaikan birokrasi yang cenderung terjebak perbaikan renumerasi tanpa membenahi struktur dan kultur.
3. Kurang optimalnya fungsi komponen-komponen pengawas atau pengontrol, sehingga tidak ada check and balance.
4. Banyaknya celah/lubang-lubang yang dapat dimasuki tindakan korupsi pada sistem politik dan sistem administrasi negara Indonesia.
5. Kesulitan dalam menempatkan atau merumuskan perkara, sehingga dari contoh-contoh kasus yang terjadi para pelaku korupsi begitu gampang mengelak dari tuduhan yang diajukan oleh jaksa.
6. Taktik-taktik koruptor untuk mengelabui aparat pemeriksa, masyarakat, dan negara yang semakin canggih.
7. Kurang kokohnya landasan moral untuk mengendalikan diri dalam menjalankan amanah yang diemban.

2.5.Upaya-upaya yang harus dilakukan dalam pemberantasan korupsi di Indonesia
            Mengapa korupsi harus diberantas ? Karena korupsi menimbulkan krisis multidimensiaonal baik di bidang politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, maupun keagamaan.
            Segala bentuk kerugian baik material maupun moril dirasakan sangat berat bagi seluruh rakyat Indonesia. Masalah ini harus ada pemecahannya dan tindak lanjut sedini mungkin agar Indonesia tidak terpuruk lagi. Usaha pemberantasan korupsi diawali dengan pentingnya pemerintah menerapkan asas-asas pemerintah yang bersih. Beberapa asas-asas pemerintahan yang bersih tersebut, yaitu asas kepastian hukum, asas keseimbangan, asas kesamaan, asas larangan kesewenang-wenangan, asas larangan pengalahgunaan wewenang, asas bertindak cermat, asas motivasi, asas perlakuan yang jujur, asas menghadapi perlakuan yang wajar, asas perlindungan atas pandangan hidup, asas kebijakan, asas penyelenggaraan kepentingan umum. (file:///D:/korupsi/Pengertian%20korupsi%20dan%20upaya%20pemberantasan%20korupsi.htm)


Dengan memperhatikan faktor-faktor yang menjadi penyebab korupsi dan hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pemberantasannya, dapatlah dikemukakan beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk menangkalnya, yakni :
1. Menegakkan hukum secara adil dan konsisten sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan norma-norma lainnya yang berlaku.
2. Menciptakan kondisi birokrasi yang ramping struktur dan kaya fungsi. Penambahan/rekruitmen pegawai sesuai dengan kualifikasi tingkat kebutuhan, baik dari segi kuantitas maupun kualitas.
3. Optimalisasi fungsi pengawasan atau kontrol, sehingga komponen-komponen tersebut betul-betul melaksanakan pengawasan secara programatis dan sistematis.
4. Mendayagunakan segenap suprastruktur politik maupun infrastruktur politik dan pada saat yang sama membenahi birokrasi sehingga lubang-lubang yang dapat dimasuki tindakan-tindakan korup dapat ditutup.
5. Adanya penjabaran rumusan perundang-undangan yang jelas, sehingga tidak menyebabkan kekaburan atau perbedaan persepsi diantara para penegak hukum dalam menangani kasus korupsi.
6. Semua elemen (aparatur negara, masyarakat, akademisi, wartawan)   harus memiliki idealisme, keberanian untuk mengungkap penyimpangan-penyimpangan secara objektif, jujur, kritis terhadap tatanan yang ada disertai dengan keyakinan penuh terhadap prinsip-prinsip keadilan.
7. Melakukan pembinaan mental dan moral manusia melalui khotbah-khotbah, ceramah atau penyuluhan di bidang keagamaan, etika dan hukum. Karena bagaimanapun juga baiknya suatu sistem, jika memang individu-individu di dalamnya tidak dijiwai oleh nilai-nilai kejujuran dan harkat kemanusiaan, niscaya sistem tersebut akan dapat disalahgunakan, diselewengkan atau dikorup.

Semua upaya ini pemberantasan korupsi ini hanyalah sebagian kecil yang bisa kita lakukan untuk menekan tingkat korupsi di Indonesia, namun hal yang terpenting dan paling utama dalam proses pemberantasan korupsi ini adalah pengendalian pada diri sendiri untuk menjauhkan diri dari tindak korupsi sekecil apapun hal itu.




























BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Uraian mengenai fenomena korupsi dan berbagai dampak yang ditimbulkannya telah menegaskan bahwa korupsi merupakan tindakan buruk yang dilakukan oleh aparatur birokrasi serta orang-orang yang berkompeten dengan birokrasi. Korupsi dapat bersumber dari kelemahan-kelemahan yang terdapat pada sistem politik dan sistem administrasi negara dengan birokrasi sebagai prangkat pokoknya.
Keburukan hukum merupakan penyebab lain meluasnya korupsi. Seperti halnya delik-delik hukum yang lain, delik hukum yang menyangkut korupsi di Indonesia masih begitu rentan terhadap upaya pejabat-pejabat tertentu untuk membelokkan hukum menurut kepentingannya. Dalam realita di lapangan, banyak kasus untuk menangani tindak pidana korupsi yang sudah diperkarakan bahkan terdakwapun sudah divonis oleh hakim, tetapi selalu bebas dari hukuman. Itulah sebabnya kalau hukuman yang diterapkan tidak drastis, upaya pemberantasan korupsi dapat dipastikan gagal.
Meski demikian, pemberantasan korupsi jangan menjadi “jalan tak ada ujung”, melainkan “jalan itu harus lebih dekat ke ujung tujuan”. Upaya-upaya untuk mengatasi persoalan korupsi dapat ditinjau dari struktur atau sistem sosial, dari segi yuridis, maupun segi etika atau akhlak manusia.








3.3  SARAN

Berbagai upaya pemberantasan korupsi akan berhasil ketika upaya-upaya tersebut dijalankan dengan sedemikian rupa dan didasari oleh rasa tanggung jawab yang besar terhadap bangsa Indonesia.  Selain itu untuk menekan angka tindak korupsi di Indonesia ini kita dapat memulainya dari diri kita sendiri
untuk menjauhi segala tindak korupsi dan sejenisnya demi mencapai bangsa Indonesia antikorupsi.Dan kami mengharapkan kinerja dan tanggung jawab dari semua pihak untuk menjalankan budaya anti korupsi dalam menjalankan setiap kegiatan dikehidupan kita sehari-hari,karna pemberantasan korupsi adalah tanggung jawab kita bersama.



















DAFTAR PUSTAKA

Gie. 2002. Pemberantasan Korupsi Untuk Meraih Kemandirian, Kemakmuran, Kesejahteraan Ahmad Dinar,SH.,MH. Syarif Fadillah,SH.,MH.)
Modus Operandi Pelanggaran Keppres No. 80 tahun 2003 dari Perspektif KPK
(http://nurulsolikha.blogspot.com/2011/03/upaya-pemberantasan-korupsi-di.html )Budiyanto, Drs. MM. 2006. Pendidikan Kewarganegaraan untuk SMA Kelas X. Jakarta: Erlangga
Drs.Joko Budi santoso. Pendidikan kewarganegaraan untuk SMK Kelas X
dan Keadilan.
Mochtar. 2009. “Efek Treadmill” Pemberantasan Korupsi : Kompas
UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Strategi pencegahan & penegakan hukum Tindak Pidana Korupsi (Chaerudin,SH.,MH. Syafudin
file:///D:/korupsi/Pengertian korupsi dan upaya pemberantasan korupsi.htm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar